PENDAYAGUNAAN
E-GOVERNMENT UNTUK MENDUKUNG PEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE) PADA
INSTITUSI PEMERINTAH DAERAH
Oleh : Radot Manalu*))
The progress of Science and Technology, in some
countries has forced government to use Information Technology (IT) as means of
public service (e-Government) can produce transparency,
accountability, equity, effectiveness, and enhance the participation of the
community. Transparency is an important element in the development of
e-Government of a modern government. Service system with e-Government is
intended to support the creation of good governance that is reflected from the
clean, transparency and accountable government. At present, both
National Goverment and Regional Government have not used
e-Government optimally. In general, the used of e-Government in
Indonesia is limited only on website usage for providing information to
the public. Utilization of e-Government is very limeted specially for regional
government, however it certainly should be accordance to the organization’s culture
and conditions of their respective regions. Keywords : E-Government, Good
governance, Regional government
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek)
telah semakin luas khususnya penggunaan Teknologi Informasi (TI). Penggunaan TI
ini tidak lagi terbatas pada bidang-bidang tertentu, melainkan juga telah
meluas pada bidang-bidang lain seperti bidang penelitian dan pengembangan
(litbang), pendidikan, pertahanan dan keamanan, sosial, perdagangan, dan
sebagainya. Pendayagunaan TI semakin menjanjikan efisiensi karena dapat
mempercepat penyampaian informasi, jangkauan yang global dan transparansi. Oleh
sebab itu TI telah banyak diterapkan dalam berbagai bidang kehidupan manusia
bahkan di tingkat rumah tangga. Dengan adanya manfaat dan
keuntungan-keuntungan yang dapat diperoleh dari pemanfaatan TI ini maka
teknologi informasi ini juga telah diterapkan dalam praktek pemerintahan di
beberapa negara. Demikian juga dalam penyelenggaraan pemerintahan TI telah
menjadi suatu pilihan untuk mendukung pelaksanaan pemerintahan yang baik (good
governance).
Pada saat ini, di beberapa pemerintahan
daerah di Indonesia telah dibangun e-Government
dan telah memiliki TI berupa situs website, akan tetapi belum
didayagunakan secara optimal dalam pelayanan publik untuk mendukung
pemerintahan yang baik (good governance). Dalam perkembangannya istilah
Teknologi Informasi (TI), Teknologi Informasi dan Komunikasi (Information and
Communication Technology/ICT) telah memunculkan istilah baru yang dikenal
dengan Electronic Government (e-Government) kemudian Technology
Governmet (T-Government).
Dalam tulisan ini penulis membatasi pembahasan
tentang e-Goverment sebagai aspek pendukung untuk mewujudkan pemerintahan
yang baik (good governance). Menurut Rahardjo (2001), e-Government pada intinya
adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara
Pemerintah dan pihak-pihak lain. Selain itu, menurut definisi World Bank
(2004), e-Government adalah penggunaan teknologi informasi oleh badan-badan
yang memiliki kemampuan untuk mewujudkan hubungan warga negara, pelaku bisnis
dan lembaga pemerintahan. Sedangkan menurut EZ Gov, pengertian e-Government
adalah penyederhanaan praktek pemerintahan dengan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi. Jadi jelaslah bahwa e-Government bertujuan untuk
efisiensi karena bersifat penyederhanaan dalam praktek pemerintahan
(Setiawati, 2009).
Seiring dengan kemajuan Iptek, pada saat ini
informasi telah memegang peranan penting dalam segenap kegiatan, apalagi dalam
era baru yang disebut dengan era globalisasi ditandai dengan keterbukaan dan
persaingan bebas. Dalam era globalisasi, perubahan-perubahan semakin cepat
karena kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi dan komunikasi,
adalah dua aspek utama yang sangat berperan dalam era globalisasi. Namun, kedua
aspek tersebut dapat menjadi peluang dalam penyelenggaraan pemerintahan
kalau dapat dimanfaatkan dengan baik. Sebaliknya justru keberadaan e-Government
ini dapat menjadi kendala dalam penyelenggaraan pemerintahan jika tidak mampu
mengelola dengan baik.
Pendayagunaan e-Government juga sejalan dengan
kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah, dengan harapan agar penyampaian
layanan pemerintah kepada masyarakat dapat berlangsung secara lebih efisien dan
efektif. Efisiensi dan efektifitas di sini dapat diperoleh karena otonomi
daerah lebih menekankan pada kedekatan pemerintah untuk memberikan layanan
publik kepada masyarakat. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
mengenai pemerintahan daerah, efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan daerah perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan aspek-aspek
hubungan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daearah, peluang
dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya
kepada Pemerintah Daerah disertai dengan pemberian hak dan kewajiban
menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam kesatuan sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara.
Uraian di atas menunjukkan bahwa
pentingnya efisiensi, efektifitas, dan transparansi dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah. Efisiensi, efektifitas dan
transparansi ini merupakan unsur yang
penting dalam pengembangan
e-Government, sehingga e-Government sangat sejalan dengan upaya untuk
mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Dengan demikian,
untuk menghadapi era global ini Pemerintah Daerah dituntut untuk membangun
ketangguhan di segala bidang. Disamping itu, tuntutan masyarakat terhadap
pelayanan yang baik atau pelayanan prima menjadikan Pemerintah Daerah mau tidak
mau harus mengikuti perkembangan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi
dan efektifitas yang tinggi. Dengan semakin meningkatnya tuntutan pembangunan
dan pelayanan oleh masyarakat, menjadikan pemerintah daerah harus kreatif di
segala bidang dan mampu memanfaatkan segenap potensi yang ada termasuk
pendayagunaan e-Government.
Tulisan mengenai perkembangan TI sudah banyak
dikaji oleh para peneliti atau ilmuwan maupun pemerhati, namun di sini penulis
membatasi pada konsep e-Goverment dan bagaimana agar e-Goverment berupa
situs website yang telah dimiliki oleh instansi Pemerintah daerah dapat
didayagunakan secara optimal dalam aktivitas pemerintahan sehari-hari terutama
dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance).
Data dan informasi yang digunakan dalam tulisan
ini hanya terbatas dengan data sekunder, karena penulis tidak melakukan
survey ke lapangan. Data dan informasi tersebut, diperoleh dari berbagai
literatur yaitu: jurnal, makalah, laporan penelitian, dll. Selain itu,
penulis juga menggunakan website melalui internet untuk memperoleh
data dan informasi yang diperlukan sesuai dengan topik pembahasan.
Berdasarkan data dan informasi tersebut, penulis berupaya untuk menjelaskan
pentingmya pendayagunaan e-Government, kondisi
e-Government, hambatan pendayagunaan e-Government pada instansi pemerintah di
Indonesia dan strategi pendayagunaan e-Government untuk mendukung
pemerintahan yang baik (good governance) khususnya pada Pemerintahan
Daerah.
Karakteristik E-Government dan Good
Governance
Berdasarkan definisi dari World Bank,
e-Government adalah penggunaan TI oleh Pemerintah yang memungkinkan untuk
mentransformasikan hubungan dengan masyarakat, dunia bisnis dan pihak yang
berkepentingan (Windraty, 2005). Secara ringkas tujuan implementasi
e-Government adalah untuk menciptakan customer online.
Penggunaan TI ini dapat mempermudah masyarakat
untuk mengakses informasi untuk meningkatkan transparansi dan
akuntabilitas di instansi pemerintah. E-Government juga dapat memperluas
partisipasi publik dimana masyarakat dimungkinkan untuk terlibat aktif dalam
pengambilan kebijakan Pemerintah. E-Government merupakan sistem TI
yang dikembangkan oleh Pemerintah dalam memberikan pilihan kepada masyarakat,
untuk bisa mendapatkan kemudahan akses informasi dan layanan pemerintah.
Selain itu, e-Government, merupakan bentuk pemanfaatan TI
untuk mendukung aktivitas Pemerintah Daerah yang meliputi aktivitas internal
maupun di lingkungan Pemerintah Daerah serta aktivitas pelayanan publik.
Transparansi merupakan unsur penting untuk pengembangan e-Government
karena mencerminkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan yang menjadi
tanggungjawab dari aparatur negara. Pendayagunaan
e-Government bertujuan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good
governance). Disamping
itu,
e-Government diharapkan dapat mendukung perbaikan produktivitas dan efisiensi
dalam instansi pemerintahan maupun peningkatkan petumbuhan ekonomi.
Model E-Government
Sumber : e-Government Indonesia, diakses dari
www.goechi.com/egovernment.html/,
tanggal 19/3/2009
Dari gambar di atas terlihat bahwa konsep
e-Government dengan model e-Business yaitu: B to B (Business to
Business), B to C (Business to Customer), C to C (Custumer to
Customer), dan C to B (Customer to Business). Pengertian dari konsep
e-Government tidak terbatas pada pengertian yang telah disebutkan di atas, karena
masing-masing negara yang menerapkan konsep e-Government ini
menyesuaikannya dengan kebutuhan dan keadaan negara itu sendiri.
Istilah good governance mulai muncul di
Indonesia sejak tahun 1990-an dan semakin mengemuka pada tahun 1996 seiring
dengan interaksi pemerintah dengan negara-negara luar beserta lembaga-lembaga
pemberi bantuan yang semakin menyoroti kondisi obyektif perkembangan ekonomi
dan politik di Indonesia. Lembaga-lembaga pemberi donor baik yang bersifat
multirateral maupun bilateral mengaitkan penerapan good governance dengan
kebijakan pemberian bantuan. Good governance dijadikan salah satu aspek
yang perlu dipertimbangkan dalam pemberian bantuan baik berupa pinjaman (loan)
maupun hibah (grant).
Governance merupakan tata pemerintahan, good governance adalah tata
pemerintahan yang baik. Ada tiga komponen yang terlibat dalam governance, yaitu
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Hubungan ketiganya harus
dalam posisi sejajar dan saling kontrol untuk menghindari penguasaan atau
eksploitasi oleh salah satu komponen terhadap komponen lainnya. Bila salah satu
komponen lebih tinggi dari komponen yang lain, maka akan terjadi dominasi
kekuasaan atas dua komponen lainnya.
Menurut Bintoro, good governance adalah suatu
bentuk manajemen pembangunan, yang juga disebut administrasi pembangunan. Lebih
jauh, Bintoro menyatakan Pemerintah maenjadi agen perubahan (agent of
change) dari suatu masyarakat (berkembang/developing) dalam negara berkembang.
Selanjutnya, UNDP (1997) mendefinisikan good governance sebagai pelaksanaan
otoritas politik, ekonomi dan administrasi untuk mengatur urusan-urusan negara,
yang memiliki mekanisme, proses, hubungan, serta kelembagaan yang kompleks
dimana warga negara dan berbagai kelompok mengartikulasikan kepentingan mereka,
melaksanakan hak dan kewajiban mereka serta menengahi perbedaan yang ada di
antara mereka (http://ww. mirror.undp.org/magnet/policy/ cahapter1.htm,
31/7/2009). Selain itu, menurut Effendi, (2000), istilah good governance
juga diartikan sebagai pemerintahan yang baik (Domai, 2009).
Good governance melebihi ruang lingkup
e-Government. E-government didefenisikan sebagai penyampaian layanan dan
informasi dari Pemerintah kepada publik menggunakan sarana elektronik.
E-Goverment memungkinkan warga negara berkomunikasi antar mereka maupun
dengan pemerintah, dan ikut berpartisipasi dalam proses pembuatan keputusan,
mengekpresikan kebutuhan nyata mereka tentang kesejahteraan dengan menggunakan
e-Government sebagai sarana. Pendayagunaan e-Government, merupakan bentuk
pemanfaatan teknologi informasi untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang
baik (good governance) dalam aktivitas Pemerintah Daerah yang meliputi
aktivitas intern dalam satu lembaga maupun antar lembaga pemerintah serta
aktivitas pelayanan publik.
Dari berbagai definisi tersebut di atas, secara
sederhana pemahaman mengenai good governance dapat dikatakan sebagai tata
pemerintahan yang baik, dalam implementasinya tidak mudah untuk
mengimplementasikan secara seragam. Namun demikian, pada hakekatnya keragaman
makna tersebut memiliki kesamaan prinsip dan tujuan yakni terselenggaranya
pemerintahan yang seimbang di antara semua komponen pelaku. Semua pelaku harus
saling tahu apa yang dilakukan oleh pelaku lainnya, ada ruang dialog agar para
pelaku saling memahami perbedaan di antara mereka. Dengan proses seperti ini
diharapkan akan tumbuh konsensus dan sinergi antara pemerintah dan masyakat.
Tujuan dan Manfaat e-Government
Konsep e-Government diterapkan dengan tujuan bahwa hubungan pemerintah baik
dengan masyarakatnya maupun dengan pelaku bisnis dapat berlangsung secara
efisien, efektif dan transparan. Hal ini diperlukan mengingat semakin
dinamisnya gerak masyarakat pada saat ini, sehingga pemerintah harus dapat
menyesuaikan fungsinya dalam penyelenggaraan pemerintahan, agar masyarakat
dapat menikmati haknya dan menjalankan kewajibannya dengan nyaman dan aman,
yang kesemuanya itu dapat dicapai dengan pembenahan sistem. Selain itu
seperti telah disebutkan di atas, e-Government ditujukan untuk mendukung terwujudnya
pemerintahan yang baik (good governance) yang tercermin dari pemerintahan yang
bersih, transparan dan akuntabel. Dengan demikian transparansi merupakan unsur
penting untuk penerapan e-Government dalam pemerintahan yang modern
karena mencerminkan nilai-nilai kejujuran, kebenaran, dan keadilan yang
merupakan tanggungjawab dari aparatur negara.
Implementasi e-Government di instansi
pemerintahan dapat membawa manfaat, antara lain :
• Pelayanan/service yang lebih baik kepada masyarakat.
Informasi dapat disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus
menunggu pegawai kantor.
• Peningkatan hubungan antar pemerintah, pelaku bisnis, dan
masyarakat umum. Adanya keterbukaan (transparansi) diharapkan hubungan antara
berbagai pihak menjadi lebih baik. Keterbukaan ini menghilangkan perasaan
saling curiga dan kesalahan dari semua pihak.
• Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah
diperoleh. Dengan adanya informasi yang mencukupi, masyarakat akan belajar
untuk dapat menentukan pilihannya misalnya data tentang sekolah, rumah sakit,
dll.
• Pelaksananan pemerintahan yang lebih efisien. Sebagai
contoh koordinasi pemerintahan dapat dilakukan melalui email atau bahkan video
konferensi. Bagi indonesia yang memiliki area yang luas hal akan sangat
membantu. Koordinasi, tanya jawab, diskusi antar pimpinan daerah dapat
dilakukan tanpa semuanya harus berada pada lokasi yang sama, tidak lagi harus
berkumpul di satu tempat untuk pertemuan yang hanya berlangsung satu atau dua
jam.
Pendayagunaan e-Government bukan berarti
menerapkan sistem pemerintahan secara elektronik saja atau dengan kata
lain otomatisasi sistem, melainkan bertujuan lebih dalam dari itu.
Pertama-tama yang harus dilihat adalah bagaimana sistem pemerintahan berjalan
sebelum pendayagunaan e-Government. E-Government memerlukan suatu sistem
informasi yang baik, teratur dan bersinergi dengan masing-masing lembaga
pemerintahan, sehingga didapatkan suatu sistem informasi yang terjalin dengan
baik. Untuk mewujudkan sistem informasi yang baik, teratur dan sinergi antara
lembaga pemerintahan, maka sistem informasi dari masing-masing lembaga
pemerintahan harus memenuhi suatu standar informasi, dimana standar ini
meliputi persyaratan minimal untuk faktor-faktor dari sistem informasi tersebut.
Tidaklah mengherankan apabila negara yang dapat
menjalankan e-Government sebagian besar adalah negara-negara maju karena
dalam konteks e-Government seutuhnya bukanlah semata-mata hanya situs
informasi. Hal tersebut dapat terjadi karena untuk membereskan sistem informasi
dalam satu lembaga pemerintah saja sudah sangat sulit apalagi harus tercapainya
sinergi dari sistem informasi dari berbagai lembaga-lembaga pemerintahan,
karena hal ini berkaitan erat dengan faktor budaya, politik dan ekonomi suatu negara.
Beberapa negara telah membuktikan keberhasilan
mereka dalam memanfaatkan e-Government untuk mendukung good governance. Banyak
negara telah menggunakan internet sebagai sarana pelayanan publik yang
menghasilkan transparansi, akuntabilitas, adil (fair), efektif, dan dapat
mengakomodasi partisipasi seluruh warga masyarakat. Sebagai contoh
penyelenggaraan distance learning melalui internet yang dirancang khusus untuk
meningkatan pengetahuan dan ketrampilan pegawai negeri di Mexico dan Kanada
merupakan contoh bagaimana TI digunakan dalam mendukung upaya good
governance (Wigrantoro, 2004). Berdasarkan hasil riset yang
dilakukan oleh Accenture pada tahun 2001 negara yang telah menerapkan
e-Government berdasarkan ranking secara berurutan, yaitu: Kanada, Singapura,
Amerika Serikat, Australia, Denmark, Inggris, Firlandia, Hong Kong, Jerman,
Irlandia, Belanda, Perancis, Norwegia, Selandia Baru, Spanyol, Belgia, Jepang,
Portugal, Malaysia, Italia, Afrika Selatan dan Meksiko (Setiawati, 2009)..
Keuntungan yang dapat diperoleh dari penerapan
e-Government bukan hanya sekedar menyediakan pelayanan on-line akan tetapi
lebih luas dari pada itu karena kinerja pada sektor publik juga akan
berkontribusi pada kemajuan ekonomi dan sosial suatu negara. Gupta & Jana
(2003) berpendapat bahwa e-Government tidak lagi dilihat sebagai suatu pilihan,
melainkan suatu keharusan bagi semua negara yang bertujuan untuk lebik baik dan
lebih efisien (Dhilon, 2008). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pendayagunaan e-Government ditujukan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan
yang baik (good governance). Pendayagunaan e-Government ini diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dalam administrasi pemerintahan
dan dapat mengurangi kesenjangan informasi antara pusat dan daerah.
Di era globalisasi, penerapan e-Government
sangat penting karena telah memodernisasi pemerintahan publik di seluruh dunia
dan juga hubungan antar pemerintah. Selain di Uni Eropa beberapa negara di Asia
telah menggunakan e-Government untuk melaksanakan hubungan bilateral mereka.
Sejalan dengan kemajuan teknologi dan tujuan yang ingin dicapai mau tidak
mau pemerintahan di Indonesia juga dituntut untuk menerapkan
e-Government. Pada kondisi saat ini penggunaan e-Government sudah menjadi suatu
keharusan dalam rangka menciptakan pelayanan publik yang lebih baik untuk
mendukung pemerintahan yang baik (good governance). Untuk kepentingan hal
itu pemerintah perlu meningkatkan kesadaran dan kesiapan penggunaan kemajuan
teknologi telematika untuk mengimplementasikan government on-line secara
efektif, serta mengintensifkan pendidkan dan pelatihan teknologi telematika
untuk meningkatkan keahlian pegawai pemerintahan di semua tingkatan.
Hambatan Dalam Pendayagunaan e-Government di
Pemerintahan Daerah E-Government telah dimanfaatkan di
organisasi swasta dan telah dapat dirasakan manfaatnya secara luas.
Implementasi e-Government sebaiknya dilakukan oleh institusi pemerintah
khususnya Pemerintah Daerah untuk mendukung perwujudan pemerintahan yang baik
(good governance). Implementasi e-Government sangat
diinginkan dalam pemerintahan di Indonesia, namun banyak tantangan maupun
hambatan dalam implementasinya.
Menurut Rahardjo (2001), ada beberapa hambatan
dalam implementasi e-Government di Indonesia antara lain :
• Kultur berbagi (sharing)
belum ada. Kultur berbagi (sharing) informasi dan mempermudah urusan belum
membudaya di Indonesia.
• Kultur mendokumentasi belum lazim. Salah satu kesulitan
besar yang kita hadapi adalah kurangnya kebiasaan mendokumentasikan apa saja.
• Langkanya SDM yang handal. Teknologi informasi merupakan
sebuah bidang yang baru. Pemerintah umumnya kurang memiliki SDM yang handal di
bidang TI. Sedangkan SDM yang handal ini sebagian besar ada di lingkungan
industri/bisnis.
• Infrastruktur yang belum memadai dan mahal. Infrastruktur
telekomunikasi di Indonesia belum tersebar secara merata. Terdapat di
berbagai daerah masih belum tersedia saluran telepon, atau bahkan aliran
listrik, kalaupun, harganya masih relatif mahal.
• Tempat akses yang terbatas. Jumlah tempat akses
informasi masih sangat terbatas.
Disamping hambatan di atas, terdapat
pemahaman yang kurang dari pihak Pemerintah Daerah mengenai esensi dan tujuan
penerapan e-Government ini. Selain pendapat bahwa konsep e-Government
ini sangat menguntungkan dan dapat mempermudah proses layanan pemerintah ke
masyarakat, namun disisi lain masih ada yang berpendapat dan menyatakan
keraguannya terhadap pendayagunaan e-Government. Pemerintah hanya menganggap
konsep e-Government hanyalah semata-mata otomatisasi sistem, sehingga tidak
mengubah cara kerja pemerintah/birokrasi. Oleh karena itu esensi dari tujuan
penerapan konsep e-Government tidak akan tercapai (Diakses dari: http://www.
komunikasipublik.multiply.com, 2009).
TI sebagai sarana yang digunakan untuk
implementasi e-Government dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia
mempunyai berbagai : (1) efisiensi dan produktivitas dalam pembelanjaan
TI, (2) kurang jelasnya investasi TI, (3) kurangnya koordinasi proyek TI, sehingga
terjadi tumpang tindih dan tingkat integrasi rendah, (4) hambatan dalam
pengelolaan administrasi TI. Masalah lain adalah masalah kearsipan, dimana agar
penerapan e-Government dapat efektif dan efisien serta transparan, maka masalah
pendokumentasian harus diperbaiki, karena diperlukan satu data-base yang
tersentral misalnya pembuatan KTP maka diperlukan identitas setiap warga negara
(Soedjito (2005).
Disamping masalah-masalah tersebut di
atas, masalah infrastruktur belum memadai termasuk kurangnya tempat
akses informasi merupakan tantangan
dalam penerapan e-Government. Pelayanan melalui
e-Government perlu didukung oleh akses internet di tempat-tempat pelayanan
umum.
Pengguna Internet Beberapa Negara di ASEAN
Sumber : Diakses dari http://www.Internetworldstats.com,
2009
Dari data tersebut di atas, dapat terlihat bahwa
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk paling besar, namun penetrasi
jumlah pengguna internet bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga berada
di peringkat paling bawah (8.90%). Tabel tersebut memperlihatkan
bahwa tingkat pengguna internet di Indonesia masih tertinggal jauh
di banding dengan negara-negara tetangga di kawasan ASEAN
(http://www.Internetworldstats.com, 2009).
Sedangkan di Negara Eropa walaupun belum merata
di semua Negara Eropa seperti Belanda, Swedia, dan Denmark, akses internet
telah mencapai 60% dimana rata-rata akses internet rumah tangga di 15 negara
Uni Eropa sekitar 40%. Pada tahun 2002 akses internet keseluruhan di Uni
eropa telah mencapai 40,4 %. Pembangunan infrastruktur akses internet di negara
Eropa ini telah berdampak pada kesuksesan implementasi e-Government di Eropa
(Windraty, 2009. www.garutkab.go.id).
Potret e-Government Pemerintah
Daerah
Menteri Komunikasi dan Informasi cq. Asisten
Deputi Media Baru, menyatakan bahwa, keberadaan situs web pemerintah daerah
sudah sekitar 4-5 tahun yang lalu. Kementerian Komunikasi dan Informasi
telah menerbitkan Buku Panduan Penyelenggaraan Situs Web Pemerintah Daerah pada
bulan Agustus 2003. Jumlah situs web pemerintah daerah
(Pemprov/Pemkab/Pemkot) yang tercatat pada Asisten Deputi Urusan Media Baru
baru sebanyak 224 dari 470 jumlah Pemrop/Pemkab/Pemkot (48%). Selain itu
terdapat sistus web pemerintah daerah dengan domain go.id tetapi tidak
termasuk sebagai situs resmi pemerintah karena kepemilikannya adalah intern
departemen dan pemerintah daerah (Diakses dari http://www.depkominfo.go.id,
blogs.depkominfo.go.id/ kondisi-situs-web-pemerintah-daerah, tanggal
23/3/2009).
Nama alamat situs web beberapa Pemerintah Kota
Menteri Komunikasi dan Informasi, Mohammad
Nuh menyatakan, bahwa pada tahun 2010 seluruh pemerintah daerah baik pada
tingkat Kabupaten atau Kota di seluruh Indonesia harus mengimplementasikan
e-Government. Lebih jauh Nuh mengemukakan, pemanfaatan jaringan
telekomunikasi akan dilakukan secara bertahap di sejumlah Provinsi dan
Kabupaten/kota pada tahun 2009. Diharapkan pada tahun 2010 seluruh daerah telah
menggunakan jaringan telekomunikasi canggih (http://www.wartaegov.com/index.php?option=com,
2009.
Pada tahun 2004 telah dilaksanakan evaluasi
terhadap seluruh situs web pemerintah daerah. Hasil evaluasi yang dilakukan
Kementerian Komunikasi dan Informasi c.q. Asisten Deputi Urusan Media Baru
tersebut, bahwa permasalahan utama dalam pengelolaan situs web Pemerintah
Daerah antara lain:
(a) Tidak tersedianya anggaran operasional yang memadai.
(b) Kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia yang sangat
terbatas.
(c) Belum tersedianya sarana dan prasarana penunjang yang
memadai.
(d) Struktur organisasi pengelolaan yang belum memadai.
Beberapa contoh permasalahan dalam kepemilikan
dan pengelolaan situs web pemerintah daerah seperti:
(1) Terdapat Pemda yang belum mempunyai web karena belum
tersedianya jaringan internet.
(2) Pemda yang sudah memiliki sistus web tetapi tidak dapat
dioperasikan karena ketidak jelasan siapa pengelola web tersebut, dan
terputusnya jaringan karena tidak membayar sewa.
(3) Pemda yang sudah memiliki web tetapi tidak lancar
pengoperasiannya karena tidak tersedianya dana operasional.
Selain itu, berdasarkan hasil survei yang
dilakukan oleh Tim Komputek (2005) menunjukkan bahwa tak
berlebihan jika dikatakan masyarakat pengguna internet di Indonesia baru
taraf pengenalan atau masih merupakan
pasar yang baru muncul. Sebagian masyarakat di 9 kota besar yang
disurvei, masih mengangap pemakaian internet adalah kegiatan mewah atau
mahal. Lebih jauh lagi bahwa sebagian besar masih menganggap penggunaan
internet menjadi masalah (hampir 75%) karena mereka sering
mengalami kesulitan akses, lama saat browsing, sering
terputus dan bahkan tak jarang mengalami“hang” (Diakses dari http://www.
komputekonline.com, 2009).
Mencermati uraian di atas dan memperhatikan
kondisi yang ada, penerapan e-Government di Indonesia masih menghadapi berbagai
masalah dan tantangan khususnya bagi Pemerintah Daerah. Salah satu di
antaranya adalah masalah sumberdaya manusianya (SDM). Sumberdaya
manusia di bidang TI belum memadai, dalam
penerapan e-Government di kantor-kantor publik perlu didukung
oleh pegawai yang mengerti dan menguasai mengenai TI. TI telah berkembang
pesat, dan berubah secara cepat sehingga diperlukan kemauan belajar dan mampu
menanggapi perubahan. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa internet di
Indonesia “baru dikenal” oleh masyarakat dan frekuensi pemakaiannyapun
belum begitu banyak. Masalah lain adalah mengenai koneksi sistem informasi
antar lembaga pemerintah atau antara pemerintah daerah, atau sesama pemerintah daerah
itu sendiri. Selain itu, budaya berbagi (sharing) masih rendah dan kultur untuk
mempermudah urusan belum ada, karena sebagian besar penduduk Indonesia masih
menganggap bahwa internet adalah sesuatu yang mahal.
Agar mendapat keuntungan optimal maka koneksi antar
lembaga pemerintah harus baik, sehingga ada kesesuaian dan keharmonisan dari
setiap lembaga pemerintah yang menjalankan tugasnya dan perlu dukungan biaya
pemeliharaan operasional yang memadai. Disamping itu, tentunya dalam hal
pendayagunaan e-Government ini masih
perlu kebijakan khusus yang lebih spesifik dari Pemerintah Pusat meskipun
Pemerintah Daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur daerahnya sendiri,
namun perlu pengaturan secara teknis dalam pendayagunaan
e-Government. Hal ini penting agar pemerinthaan daerah memiliki
standar web minimal dalam hal penerapan
e-Government di daerah-daerah. Dengan pengaturan seperti ini, pemerintah
juga harus terlebih dahulu merumuskan apa esensi dan tujuan
e-Government itu sendiri. Pemahaman-pemahaman umum tentu saja tidak serta merta
diterapkan dalam praktek pemerintahan Indonesia khususnya di Pemerintah daerah,
karena butuh pertimbangan-pertimbangan mengenai hal-hal apa saja yang harus
dilakukan agar penerapan e-Government tidak menjadi sia-sia.
Menurut Bastian (2008), berdasarkan survei di
beberapa negara menunjukkan bahwa ada kecenderungan aparat pemerintah untuk
tidak melaksanakan kegiatan secara online, karena mereka lebih menyukai bentuk
pelayanan tradisional yang berupa tatap langsung, surat menyurat atau telepon.
Lebih jauh menurut Bastian,
Penggolongan e-Government
Sumber: Bastian (2008), Diakses dari
http://www.bappenas.go.id, (diolah).
Sebagian besar kantor pemerintahan di Indonesia
berada pada tingkat pertama, yang hanya sebatas memberi informasi
kepada masyarakat melalui website. Namun sebagian kecil kantor pemerintah sudah
pada level kedua dan ketiga, yang diantaranya berupa Sistem Informasi Manajemen
Satu Atap (SIMTAP) yang telah dikembangkan oleh beberapa Pemerintah Daerah di
Indonesia. Sedangkan Singapura adalah salah catu contoh negara yang sudah
sampai level keempat yang berupa interaksi antara masyarakat dan seluruh kantor
pemerintahan (Bastian, 2008).
Indikator, Unsur-unsur dan Strategi
Pendayagunaan e-Government untuk Mendukung Pemerintahan yang Baik (Good
Governance) pada Pemerintahan Daerah
a. Indikator dan Unsur-unsur dalam
Good Governance
Menurut Ismail M. (1997), memasuki abad 21 telah terjadi perubahan
teknologi dan inovasi baru juga memberkan tantangan terhadap
pemerintah, khususnya dalam meningkatkan efisiensi dan
kwalitas pelayanan serta pengayoman kepada masyarakat
(Domai, 2009). Dalam konteks era globalisasi ini, tidak saja
dihadapkan pada perubahan struktur ekonomi dan sosial,
tetapi juga pada perkembangan dan persaingan global yang
cepat dan meningkat tajam. Perubahan- perubahan yang luar
biasa tersebut didorong oleh perubahan teknologi dan inovasi
baru yang disamping menciptakan pilihan-pilihan baru juga memberikan
tantangan terhadap pemerintah, khususnya dalam sistem
pemerintahan yang semakin efektif, efisien dan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
Era globalisasi juga menuntut pemerintahan yang
lebih baik (good governance). Secara luas, governance
mengacu pada persamaan hubungan antara pemerintah dan warga
masyarakat yang dilayani dan dipertahankan. Good governance
menunjuk pada proses pengelolaan yang luas dalam bidang ekonomi, sosial
dan politik suatu negara dan pendayagunaan sumber-sumber alam, keuangan,
manusia menurut kepentingan semua pihak dan dalam cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip, keadilan, kejujuran,
persamaan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas
(Hoessein 2000 dalam Domai, 2009).
Menurut, Saiful, et.al., 2009, bahwa good
governance merupakan sebuah konsep yang
akhir-akhir ini banyak diperkenalkan sebagai upaya merumuskan
pemerintahan yang baik. Lebih jauh
lagi menurut Saiful dan
Utomo sebagaimana dinyakatakan oleh
Meuthia-Ganie Rachman (2000), bahwa good
governance mempunyai indikator-indikator sebagai berikut:
1. Penjamin situasi keterbukaan (transparancy)
2. Pertanggungjawaban publik (public accountability) dan,
3. Kontrol dalam proses ekonomi maupun politik
Pemerintahan yang baik (good governance)
merupakan issu yang paling dikedepankan dalam pengelolaan
administrasi publik dewasa ini. Tuntutan genca yang
dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah
untuk melaksanakan penyelenggaraan pemerintah yang baik adalah sejalan
dengan meningkatnya tingkat pengetahuan masyarakat,
disamping adanya pengaruh globalisasi. Secara umum good
governance mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntabilitas,
transparansi, keterbukaan dan aturan hukum (Karhi Nisjar 1997). Berikut
ini dikemukakan penjelasan tentang unsur- unsur tersebut.
(1) Akuntabilitas: Tanggung gugat dari pengurusan,
penyelenggaraan dari governance yang dilakukan lebih jauh
diartikan adalah kewajiban bagi apartur pemerintah
untuk bertindak selaku penanggung jawab dan penanggung
gugat atas segala tindakan dan kebijaksanan yang ditetapkan.
(2) Transparansi: yaitu dapat diketahui oleh banyak pihak
mengenai perumusan kebijaksanaan dari pemerintah,
organisasi, badan usaha. Dengan kata lain, segala tindakan dan
kebijaksanaan pemerintah baik di pusat maupun di daerah harus selalu
dilaksanakan secara terbuka diketahui oleh umum.
(3) Keterbukaan: pemberian informasi secara terbuka,
terbuka terhadap kritik yang merupakan partisipasi. Keterbukaan dapat meliputi
bidang politik, ekonomi dan pemerintahan.
(4) Aturan hukum: keputusan, kebijakan pemerintah,
organisasi, badan usaha berdasarkan hukum jaminan kepastian
hukum dan rasa keadilan masyarakat terhadap setiap
kebijaksanaan publik yang ditempuh. Juga dalam sosial economic
transactions. Conflict resolution berdasarkan hukum. Istitusi hukum yang bebas,
dan kinerjanya yang terhormat (Bintoro, 2000 dalam Saiful, et.al, 2009).
Berdasarkan perihal tersebut di atas, menurut
UNDP (996), unsur-unsur dalam good governance sebagai berikut
:
1. Participation. Setiap warganegara mempunyai suara dalam
pembuatan keputusan, baik secara langsung maupun melalui
intermediasi institusi legitimasi yang mewakili
kepentingannya. Partisipasi seperti ini dibangun atas dasar
kebebasan berasosialisasi dan berbicara serta berpartisipasi
secara konstuktif.
2. Rule of law. Kerangka hukum harus adil dan dilaksanakan
tanpa pandang bulu, terutama hukum untuk hak azasi manusia.
3. Transparency. Transparansi dibangun atas dasar kebebasan
arus informasi. Lembaga-lembaga dan informasi secara
langsung dapat diterima oleh mereka yang membutuhkan. Informasi
harus dapat dipahami dan dimonitor.
4. Responsiveness. Lembaga-lembaga harus
mencoba untuk melayani setiap stakeholders.
5. Consensus orientation. Good Governance menjadi
perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik
bagi kepentingan yang luas baik dalam hal kebijakan- kebijakan
maupun prosedur- prosedur .
6. Equity. Semua warganegara, baik laki-laki maupun
perempuan,
meningkatkan atau
menjaga mempunyai kesempatan
untuk kesejahteraan mereka.
7. Effectiveness and efficiency. Proses dan
lembaga dapat menghasilkan sesuai dengan apa yang telah digariskan
dengan menggunakan sumber- sumber yang tersedia sebaik
mungkin.
8. Accountability. Para pembuat keputusan dalam pemerintahan,
sektor swasta dan masyarakat (civil society) bertanggung
jawab kepada publik dan lembaga stakeholders. Akuntabilitas
ini tergantung pada organisasi dan sifat keputusan yang
dibuat, apakah keputusan tersebut untuk kepentingan internal
atau eksternal organisasi.
9. Strategic vision. Para pemimpin dan publik harus mempunyai
perspektif good governance dan pengembangan manusia
yang luas dan jauh kedepan sejalan dengan apa yang diperlukan untuk
pembagunan semacam ini (Domai, 2009).
Selanjutnya, menurut Syaiful, et.al.,
2009, dimanapun, pembangungan dengan kaidah good
governance, ditujukan guna memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa
harus mengorbankan kepentingan generasi yang akan datang untuk memenuhi
kebutuhannya. Konsep dari pembangunan berkelanjutan ini merupakan respon
atas berbagai kerusakan lingkunan yang disebabkan oleh pembangunan yang memacu
pertumbuhan dan tidak menginterasikan aspek lingkungan dalam kebijakannya.
Prinsip-prinsip good and clean governance yang banyak
diperbincangkan saat ini adalah:
1. Lembaga perwakilan (DPRD) yang mampu menjalankan fungsi
kontrol dan penyaluran aspirasi masyarakat .
2. Sistem peradilan yang fair, mandiri dan profesional.
3. Birokrasi yang profesional, responsif dan akomodatif
terhadap kebutuhan masyarakat; dan tatanan
masyarakat sipil yang kuat sehingga
mampu melaksanakan fungsi
kontrol terhadap negara. Intinya, good and clean governance yang juga
mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ekosistem dalam sistemnya tersebut akan
berfungsi sangat baik untuk menuju pemberdayaan masyarakat dan peningkatan
kualitas hidup bersama di daerah.
Konsep ini sendiri sebenarnya telah banyak
dikembangkan oleh berbagai badan internasional. Secara umum, konsep good
governance mengandung keterlibatan masyarakat sebagai pendorong pemerintah
(jalur struktur) untuk lebih menghargai sekaligus menempatkan masyarakat
sebagai subyek kebijakan, bukan hanya obyek yang bisa diatur ke mana arah
kebijakan dirumuskan. Konsep good governance yang dirumuskan
oleh negara-negara maju tidak sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia.
Tentunya, konsep good governance ini harus dipadankan dengan situasi di
Indonesia agar sesuai dengan kondisi yang ada.
b. Strategi Pendayagunaan e-Government
Untuk mendukung pemerintahan yang baik (good
governance) diperlukan strategi-strategi yang sesuai dengan kondisi
pemerintahan Indonesia khususnya pemerintahan daerah. Di bawah ini dapat
diuraikan berapa strategi pendayagunaan e-Goverment untuk mendukung pelaksanaan
good governance di Pemerintahan Daerah sebagai berikut :
(1) Penerapan e-Government
perlu didukung dengan Kebijakan Pemerintah; Dalam hal penerapan e-Government
ini masih perlu pengaturan dari pusat walaupun ewenangan tetap di
daerah-daerah, karena walaupun daerah telah mempunyai kewenangan untuk mengatur
daerahnya sendiri, namun perlu pengaturan secara teknisnya.
Misalnya pengaturan berupa standar minimal
dalam hal penerapan e-Government di daerah-daerah dan apa-apa saja
yang perlu diperhatikan dalam penerapan e-Government. Hal ini penting
agar stabilitas tetap terjaga tidak menimbulkan perpecahan antar daerah karena
persaingan dalam penerapannya. Tentu saja dalam pengaturan ini pemerintah juga
harus terlebih dahulu merumuskan apa esensi dan tujuan e-Government itu
sendiri. Pemahaman-pemahaman umum tentu saja tidak serta merta diterapkan dalam
praktek pemerintahan di Indonesia, karena butuh pertimbangan-pertimbangan
mengenai hal-hal apa yang harus dilakukan agar penerapan e-Government tidak
menjadi sia-sia. Diperlukan aturan main yang jelas antara instansi
pengelola
e-Government e-Government dengan instansi lain yang memerlukan jaringan
informasi dan aplikasi sistem informasi, yang diperkuat oleh aturan atau
keputusan kepala daerah. Pengembangan jaringan infrastruktur di lingkungan
internal pemerintah daerah agar tercapai integrasi sistem informasi yang dapat
mendukung kegiatan pemerintahan dan peningkatan pelayanan kepada masyarakat
untuk mewujudkan good governance.
(2) Pembangunan infrastruktur
yang memadai; Infrastruktur telekomunikasi di Indonesia memang masih
belum tersebar secara merata. Di berbagai daerah masih belum tersedia saluran
telepon. Untuk itu perlu pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang memadai.
Jumlah tempat akses informasi masih sangat terbatas, untuk itu di daerah-daerah
perlu perluasan tempat-tempat akses informasi. Masalah belum memadainya
tempat akses informasi ini merupakan tantangan dalam penerapan e-Government.
Pelayanan melalui e-Government perlu didukung oleh akses internet di
tempat-tempat pelayanan umum. Pembangunan aplikasi e-Government sebagai
informasi yang terintegrasi akan dapat mendukung pengambilan keputusan
atau kebijakan pimpinan daerah.
(3) Menyelenggarakan
pendidikan dan latihan atau workshop tentang TI sebagai sarana untuk
memperkenalkan teknologi informasi kepada aparatur pemerintah di semua
tingkatan atau level sebagai sarana sosialisasi bagi para pengguna aplikasi di
lingkungan pemerintahan daerah.
Penutup
Pendayagunaan e-Government dalam institusi
pemerintahan sangat penting karena dapat mempermudah hubungan antar
pemerintah baik pemerintah pusat dengan daerah maupun antar pemerintah daerah
serta meningkatkan interaksi pemerintah dengan masyarakat yang dilayaninya.
Pendayagunaan e-Government ini sudah menjadi suatu keharusan
dalam rangka meningkatkan pelayanan publik untuk mewujudkan pemerintahan
yang baik (good governance). Pada saat ini,
e-Government tidak lagi dilihat sebagai suatu pilihan, melainkan suatu
keharusan bagi semua negara yang bertujuan untuk lebik baik dan lebih efisien.
Pada kenyataannya, pendayagunaan e-Government
sebagai sarana pelayanan publik pada instansi pemerintah di
Indonesia masih terbatas. Sebagian besar instansi pemerintah pusat dan daerah
hanya membangun website yang sebatas memberikan informasi
kepada masyarakat. Hanya sebagian kecil saja yang sudah pada level
kedua dan ketiga, yang diantaranya berupa Sistem Informasi
Manajemen Satu Atap (SIMTAP).
Agar pelaksanaan e-Government dapat berperan
dengan baik maka jaringan informasi perlu ditingkatkan
dan didayagunakan secara optimal. Selain itu sosialisasi nilai guna TI
yang sangat besar bila dimanfaatkan dengan baik dan terus dilakukan di
institusi pemerintah daerah. Selain itu, pembenahan aturan main antara
instansi pengelola e-Government dengan instansi lain yang memerlukan jaringan
informasi dan aplikasi sistem informasi, perlu didukung dan diperkuat oleh
kebijakan-kebijakan pemerintah pusat dan daerah. Pengembangan jaringan
infrastruktur di lingkungan internal pemerintah daerah agar tercapai integrasi
sistem informasi yang dapat mendukung kegiatan pemerintahan dan peningkatan
pelayanan masyarakat.
Hal lain yang juga penting adalah
penyelenggaraan workshop sebagai sarana untuk memperkenalkan teknologi
informasi kepada aparatur pemerintah di semua tingkatan atau level sebagai
sarana sosialisasi serta pendidikan dan latihan bagi para pengguna aplikasi di
lingkungan pemerintahan daerah. Disamping itu, pengembangan
aplikasi e-Government sebagai informasi yang terintegrasi
yang dapat mendukung pengambilan keputusan atau kebijakan Pemerintah
Daerah. Lebih luas lagi dari itu, pengembangan e-Government tersbut, diharapkan
dapat mengurangi kesenjangan informasi antar pusat dan daerah dan teknologi ini
diharapkan mampu mendorong aliran informasi lain baik media cetak maupun
elektronik untuk pemerataan informasi ke seluruh nusantara.
Good governance adalah penyelenggaraan pemerinytahan
yang mencerminkan pemerintahan yang transparan, efektif dan efisien dan
akuntabel dengan menjaga kesinergisan interaksi anatar pemerintah, sektor
swasta dan masyarakat. Good governance melebihi ruang lingkup
e-Government. E-government didefenisikan sebagai penyampaian layanan dan
informasi dari Pemerintah kepada publik dengan menggunakan sarana
elektronik. Pendayagunaan e-Government, merupakan bentuk pemanfaatan
teknologi informasi dan unsur transparansi, efisiensi dan efektifitas merupakan
unsur penting dalam penerapan e-Goverment.
Dengan demikian, e-Government sangat
diperlukan untuk mendukung terwujudnya pemerintahan yang baik (good
governance). E-Government ini juga mencerminkan nilai-nilai kejujuran,
kebenaran, dan keadilan yang menjadi tanggungjawab setiap aparatur pemerintahan
pada umumnya dan kuhususnya Pemerintah Daerah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Goechi.com (2009), E-Government
Indonesia. Diakses tanggal 19 Maret 2009, dari
http://www.goechi.com/egovernment.html/
Anonim, Internet World Stats.com (2009). Diakses
tanggal 20 Juli 2009 dari
http://www.internetwoldstats.com/stat3.htm.
Bastian, Sinar Harapan (2003). Perkembangan
e-Government di Indonesia. Diakses tangga l 19 Maret
2009 dari (index.php)module=Filemanagerfunc=downdload&puthexf= contentExpress/
&www.bappenas.go.idhttp://www.pabpenas.go.id
Domai, Tjahjanulin (2001). Dari Pemerintahan ke
Pemerintahan yang Baik. Diakses dari
http://www.akademik.unsri.ac.id/…/6Dari%20Pemerintahan%20ke%20Pemerintahan%20yang
%20Baik.
Dhillon, Gurjit (2008). Moving from E-Government
to T-Government: A Study of Process Reengineering Challenges
in UK Local Authority Context, IGI Publishing, Brunel University,
UK.
Effendi, Sofian (2005). Membangun Budaya
Birokrasi Untuk Good Governance , Lokakarya Nasional Reformasi Birokrasi,
Kantor Menteri Negara PAN.
Nisjar, Karhi (1997). Beberapa Catatan
tentang Good Governance. Dalam Jurnal Administrasi dan Pembangunan.
Rahardjo, Budi (2001). Membangun
E-Government, PPAU Mikroelektronika, ITB.
Setiawati, Wenny (2009). Penerapan
E-Government di Indonesia. Diakses dari
http://www.pemantauperadilan.com/opini/67-PENERAPAN%20E-govenrment.pdf
Soedjito, Bambang Bintoro (2005).
Peran dan Strategi Manajemen Teknologi Informasi Dalam
Membangun Industri dan Bisnis Dalam Era Globalisasi.
Tjokroamidjojo, Bintoro, Good Governance
(Paradigma Baru Manajemen Pembangunan).
Diakses tanggal 12 Nopember 2009 dari: http://www.
2Good%20Governance %20
Paradigma%20Baru%20Manajemen%20Pembangunan.
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, tentang
Pemerintahan Daerah
Saiful, Arif, et.al., (2001). Good
Governance Dalam Perspektif Otonomi Daerah.
UNDP (1997). Governance for
Sustainable Human Development A UNDP Policy Document.
Diakses dari http://mirror.undp.org/magnet/policy/chapter1.htm,
tanggal 31 Juli 2009
Wigrantoro, Mas (2004). Pemanfaatan
Teknologi Informasi Dalam Penerapan Good Governance di
Indonesia.
Windraty (2005). E-Government Pelayanan
Publik Yang Lebih Baik. Diakses dari http://
www.garutkab.go.id/…/e-Goverment%20menuju%20pelayanan.doc